Berkas



Jika di sosmed atau status-status, mereka tampak kunjung ke SMA atau almamater kuliah, atau tetiba update posting ke kelurahan/Polda/Polres/Pengadilan Negeri/rumah sakit umum/rumah sakit jiwa, maka patut diduga mereka sedang didera apa yang harus tuntas pertengahan Juli ini.

Berkas.

Dan “berkas” kali ini memang serieusly lebih ribed dibanding prasyarat lima tahun lalu. Wajar sampai ada istilah *pejuang berkas*. Biasanya tipikal rakyat jelata yang apa-apa harus ngurus sendiri. Ga ada yang bisa disuruh-suruh atau ga ada otoritas pun duit buat nyuruh-nyuruh.

Sukur-sukur kalau semua berkas masih tersimpan rapi: nomor sidik jari, ijazah SMA, S1 sampai S kesekian, akte kelahiran, kartu keluarga, bla bla bla. Kalo selip, niscaya ribed kuadrad tripledrad.

Manah tiap legalisir umumnya maksimal lima lembar. Ada yang kurang selembar saja ijazah terlegalisir, ya harus urus lagi. Silaturahim lagi ke SMA atau kampus. Buat yang SMA atau kampusnya nun di ujung dunia sana .. selamat.

Apalagi kalau tesnya serieus - memang ada yang tesnya ga serius? Ya ada. Yang diisikan calo saja ada - lalu hasil tes ternyata tidak atau belum lulus [ga lulus kesehatan jasmani? Ada. Pas hipertensi kumat misalnya.

Ga lulus tes kesehatan jiwa? Ada. Ternyata punya kecenderungan membunuh orang, apalagi pasca pilgub .. 😶. Etapi jangan salah, ada gerombolan yang pasca kalah pilgub justru hasil tes jiwanya waw waw. Ponten 9 sampai 9,5!]

Trus kalo ga lulus, bisa mengulang? Bisa. Mungkin banyak duit, cincailah bayar biaya tes yang lumayan indang. Berkali-kalipun bisa. Syaratnya? Harus lulus.

Buat para junkies yang mau ikut ngurus berkas, tahan-tahan dulu sebelum urine dicek kadar methamphetamine dkknya.

Atau para jelata yang sebelumnya sudah buat surat sehat di Puskesmas tiba-tiba mak gejeglug turun surat KPU tertanggal 6 Juli 2018 yang mengharuskan urus di RS-RS terakreditasi.

Ngurus lagi. Ngantri lagi. Sabar lagi.

Bukan hanya tiap berkas perlu dibubuh materai 6rebu, tapi juga soal tiadanya standarisasi biaya pemberkasan. Maklum kok jika diminta sepuluh dua puluh ribu untuk kakak staf kulur kilir motokopi dan legalisir. Tapi yang satu berkas nilainya 500rb sampe 1,5 juta? Ada.

*****

Terkait berkas, izin ya cerita bagaimana perjuangan - halagh perjuwangan .. - agar kali ini saja, kali ini saja, tidak diamanahi untuk “ngurus berkas”. Yang mau numpang share cerita dari sudut pandang berbeda dipersila komen, kaka-kaka.

WaLLahi. Passion saya di media. Bukan politik. Ada di deretan “pengurus berkas” berkali-kali bukan karena visi karir personal. Siang itu ustadz kalem menyampaikan bahwa saya sudah dipilihkan dapil yang potensial jadi. Nomor urut 1.

“Itu karena kami berharap Bu Detti betul-betul bisa masuk dewan.”

Tapi saya bergeming. Alasan kokoh dan selama ini toh tak pernah menolak. Hanya kali ini, saya mohon. Alhamdulillah saat itu Detti Febrina tak jadi tertera di daftar BCAD. Saat itu.

Pengambil keputusan yang lebih tinggi rupanya punya pikiran lain. Saya justru dimasukkan di level yang lebih berat.

“Detti kuat dan tangguh, kan?” seloroh sesebapak qiyadah waktu itu.

Saya pasrah. Pasrah akhirnya kesekian kali tetap harus ngurus berkas. Berkas yang butuh perjuwangan itu.

[Belum lama, dengar cerita-cerita berbeda dari teman-teman di partai lain. Bukan cuma ribut soal nomor urut, tapi terdepak karena menurutnya kalah piti. Apapun, yang sabbar, ya Bos .. #suaragedeSopo]

*****

Itu sebab jangan anggap remeh berkas.

Berkas, menunjukkan keseriusan. Mungkin si jelata tak punya visi *menjadi*, tapi namanya tertera di situ merupakan bukti tanggungjawab dan kontribusi.

Sama dengan banyak rekan sebaya yang aman di luar jajaran pengurus berkas. Mereka sebenarnya tak ingin ada di situ. Tak bangga namanya harus pampang di sini dan sana, mengais satu demi satu suara. Tapi toh mereka tak mundur.

Tetap taat mengurus berkas.

Maka apa layaknya sebutan untuk kalian yang di detik-detik jelang deadline dengan gagah proklamasi pengunduran diri, padahal sampai kini ada yang masih nikmat mencecap gaji dari entitas jamaah ini?

Orang hebat mungkin. Hebat karena merasa diri lebih baik. Ana khoyru minhum.

Atau mungkin malas mengurus ijazah SMA yang hilang. Atau memang caper saja. Mundur, dibikin grafis. Bangga.

Maka, walau sesungguhnya dengan segala beban dan alasan, saksikanlah: kami tidak mundur! Hidup para pejuang berkas!

Merdeka! Allahu akbar!

Detti Febrina
Ketua Departemen Riset dan Monitoring Bidang Humas DPP PKS

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10212163643915351&id=1503877966

Posting Komentar

3 Komentar

  1. Tulisan yang sangat renyah. Fotonya lah yang gw syukaaaa bgt. Emak-emak gaholl anti mainstreem

    BalasHapus
  2. Tulisan yang sangat renyah. Fotonya lah yang gw syukaaaa bgt. Emak-emak gaholl anti mainstreem

    BalasHapus
  3. Semangat!
    Istri saya yg diberi amanah mengurus Berkas, suami pun ikut wara-wiri urus berkas.
    Alhamdulillah, istri saya mahir simpen berkas sehingga Kami tak perlu legalisir ke Jogja :D

    Karena teman saya hrs legalisir dari Brebes ke Bogor :D

    Semangat ya

    BalasHapus