PKS, Hoaks dan Hari Media Sosial



Tepat di Hari Media Sosial, 10 Juni 2018, saya teringat dengan cerita Prabowo Subianto tentang seorang penjual buku. Ia mengisahkannya di hadapan kader PKS, termasuk saya, dalam acara Konsolidasi Nasional Pemenangan Piplres Prabowo-Hatta yang diselenggarakan DPP PKS, di Jakarta, 27 Mei 2014.

Prabowo memiliki seorang teman yang mempunyai toko buku. Salah seorang karyawannya menjual buku di setiap acara yang dilaksanakan sebuah partai. Berkali-kali ia berjualan. "Tapi tak pernah laku," ungkap Prabowo.

"Dimana kamu menjual buku hingga tidak laku," tanya pemilik toko kepada karyawannya.

"Saya jualannya di partai A," jawab si karyawan.

"Harusnya kamu jualan bukunya di acara PKS agar laku," ujar pemilik toko buku setelah mendengar jawaban karyawannya.

Kisah ini membuat Prabowo kagum pada PKS. Kata mantan Danjen Kopassus itu, PKS adalah partai religius yang hobi membaca buku.

"Kader PKS cerdas-cerdas dan pintar-pintar," ujar Prabowo kala itu.

Buku, bagi kader-kader PKS bukanlah barang asing. Jauh sebelum internet membuat dunia bagai kampung besar (Global Village) seperti yang diprediksi Marshall McLuhan pada tahun 1960-an, buku seolah menjadi kebutuhan keempat setelah sandang, pangan dan papan.

Dalam forum pengajian, mereka mengonsumsi buku. Membaca dan menelaahnya. Saat ada kegiatan, mereka berjualan buku.

Bahkan, tak cuma menjadi konsumen. Mereka juga memproduksinya sendiri dengan menulis dan menerbitkannya. Ada nama Alm. KH Rahmat Abdullah hingga Cahyadi Takariawan yang produktif menulis dan karyanya dinanti-nanti.

Apa yang ingin saya sampaikan dengan fakta ini? Bahwa ternyata, kesadaran literasi (literacy awareness) sudah lama dimiliki kader PKS (saat sebelum menjadi partai dan ketika masih bernama Partai Keadilan). Hingga kini, kesadaran itu masih terus ada. Lihatlah perhelatan pameran buku Islam terbesar di Indonesia. Bisa dipastikan, mayoritas atau 50 pengunjungnya pengunjungnya adalah kader PKS.

Kesadaran literasi semacam ini merupakan barang mewah di sebuah partai. Sejauh yang saya ketahui, entitas politik yang mendirikan pasukan Relawan Literasi baru PKS.

Memiliki kesadaran literasi di era media sosial yang kian ganas saat ini, menjadi modal sangat penting. Arus informasi begitu cepat, deras, masif, tak terbendung layaknya air yang menyembur dari kran. hoaks yang merajalela, salah satu obatnya hanya bisa dicegah jika kita memiliki kesadaran literasi.

Karena itu, tak heran jika pimpinan PKS begitu perhatian soal fenomena hoaks di media sosial. Dua hari sebelum dilantik menjadi Presiden PKS, yakni pada 8 Agustus 2015, Mohamad Shohibul Iman menuliskan cuitan bertemakan ini di akun twitternya @msi_sohibuliman. Ia mengeluhkan ekses melimpahnya informasi yang membuat “kita” (ia gunakan kata kita sebagai ajakan introspeksi) mudah menyebarkan informasi sampah yang disertai cacian.

“Melimpahnya informasi kadang bikin kita menjadi seperti orang bodoh. Dengan mudah kita share info-info sampah, bahkan dengan info-info itu kita tebar caci dan fitnah. Boleh jadi ini paradok paling heboh di era medsos: makin melimpah informasi bukan makin bijak dan penuh hikmah tapi makin ceroboh dan tebar fitnah,” begitu tulisnya.

“Pada kasus ekstrem, ceroboh dan fitnah bisa timbulkan irreversible damage (kerusakan yang tak dapat dipulihkan). Itu kerugian besar. Petaka bagi semua,” imbuhnya lagi.

Dalam kesempatan lain, Mohamad Shohibul Iman juga mengungkapkan mengapa hoaks merajalela. Di antaranya karena tak tertanganinya dengan baik isu-isu nasional semacam Tenaga Kerja Asing (TKA), kriminalisasi ulama dan utang luar negeri. Juga kian pudarnya kepercayaan publik terhadap media arus utama sehingga menjadikan media sosial sebagai sumber informasi alternatif.

PKS sendiri sebagai sebuah partai politik kerap menjadi korban hoaks. Tapi sayangnya, mereka yang memfitnah PKS dan kadernya tak tersentuh hukum.

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera dalam program Mata Najwa, Rabu (7/3/2018) sempat menyinggung soal ini. Mardani mengaku pelaku penyebaran hoaks yang ditangkap hanya yang mengkritik pemerintah.

"Faktanya tebang pilih. Kami diserang akun-akun seperti Mak Lambe tidak ada yang ditangkap, giliran yang dikritik pemerintah langsung ditangkap," ujar Mardani.

Mungkin muncul pertanyaan, mengapa di media sosial kader PKS sering dituduh penyebar hoaks? Dimana kesadaran literasinya?

Bukan bermaksud membela diri. Dunia hari ini telah berubah drastis. Terjadi revolusi budaya komunikasi yang tak terbayangkan sebelumnya. Dunia dalam genggaman dan informasi datang bertubi-tubi tanpa sempat kita memverifikasinya atau tabayyun. Ditambah situasi sosial politik yang tak bersahabat, maka syahwat menyebarkan kabar pun tak tertahankan.

Bagi saya, ini tahapan yang normal dalam situasi dunia yang berubah 180 derajat. Jika masih ada kader PKS yang hanyut dalam arus hoaks yang diciptakan orang lain, saya yakin secara perlahan akan berubah.

Logika sederhana saya: PKS saja yang kadernya memiliki kesadaran literasi masih ada segelintir yang terjebak hoaks, apalagi mereka yang tak memiliki kesadaran literasi?

Hoaks sendiri harus dilihat secara utuh akar masalahnya. Ia timbul bukan karena semata syahwat jempol, tapi tersebab ada distrust atau ketidakpercayaan publik kepada pemerintah dan media arus utama. Lalu publik, termasuk kader PKS mencari informasi alternatif sebagai penyeimbang. Persis seperti yang disampaikan Presiden PKS di atas.

Buat mereka yang terus memojokkan kader PKS, bersikaplah objektif. Dibanding partai lain, PKS bisa jadi memiliki keseriusan besar dalam memberikan kesadaran dan budaya literasi dengan mendirikan Relawan Literasi. Muaranya, jika ini bisa terus diperjuangkan dan diikuti partai lain, saya yakin, hal itu akan membantu pemerintah dalam memberangus hoaks di media sosial.

Sehingga media sosial tak lagi banjir hoaks dan berwajah menyeramkan. Tapi sebagai wadah silatiurahim dan berbagi informasi positif. Hal yang tentunya kita inginkan, termasuk sudah pasti Handi D Irawan yang menggagas lahirnya Hari Media Sosial.

Selamat Hari Media Sosial


Erwyn Kurniawan
Presiden Reli

Posting Komentar

3 Komentar

  1. Menarik themanya ...
    Diperlukan sikap yang memberikan efek pencerahan
    Disatu sisi progresif positif dikedepankan, jauh dari ketidak semangat kepada saudara nya, mentradisikan sikap menghargai, menghormati, tidak meremehkan, tidak merendahkan, siapapun mereka dan apapun komentar mereka
    Disisi lain butuh kreativitas untuk menyikapi tradisi komentar yang tidak produktif dengan beragam opsi menuju pencerahan dengan diwarnai kecintaan dan kasih sayang

    BalasHapus
  2. Menarik themanya ...
    Diperlukan sikap yang memberikan efek pencerahan
    Disatu sisi progresif positif dikedepankan, jauh dari ketidak semangat kepada saudara nya, mentradisikan sikap menghargai, menghormati, tidak meremehkan, tidak merendahkan, siapapun mereka dan apapun komentar mereka
    Disisi lain butuh kreativitas untuk menyikapi tradisi komentar yang tidak produktif dengan beragam opsi menuju pencerahan dengan diwarnai kecintaan dan kasih sayang

    BalasHapus
  3. EssipkS.... Lanjutkan karya2y

    BalasHapus