Pergantian Peran Dakwah Itu Biasa Saja



Oleh Ustadz Cahyadi Takariawan
Mantan Ketua Bidang

Pergantian peran dalam dakwah itu biasa. Bahkan menjadi kemestian, untuk penyegaran dan perbaikan.

Saya salah satu dari sekian banyak kader dakwah under capacity yang merasa bahagia dengan adanya pergantian peran. Karena ini menandakan proses penyegaran organisasi selalu terjadi.

Lebih tiga tahun lalu, tepatnya pada tanggal 7 Oktober 2014, saya memposting tulisan berjudul "Memasuki Masa Persiapan Pergantian Peran Dakwah". Salah satunya diposting di http://www.portal-islam.id/2014/10/memasuki-masa-persiapan-pergantian.html?m=1

Tulisan tersebut berisi 'proposal pribadi' saya menjelang Munas 2015, dimana saya ingin 'pensiun' dari berbagai peran struktural, karena ingin lebih total dalam dakwah kultural.

Ternyata proposal tersebut tidak terealisir. Karena saat Munas, saya kembali mendapat amanah struktural, ditetapkan sebagai salah satu ketua Bidang di DPP.

Usai Munas, saya posting tulisan berjudul "Catatan Kecil Pasca Munas". Di antaranya bisa dilihat di http://jepara.pks.id/2015/09/17/catatan-kecil-paska-munas-oleh-ustadz-cahyadi-takariawan/

Tulisan yang saya posting tanggal 16 September 2015 tersebut merupakan 'curhat' pribadi saya, karena tidak diperbolehkan pensiun dari amanah struktural. Betapa sederhana cita-cita saya : ingin pensiun. Itu saja tidak bisa terlaksana.

PERGANTIAN PERAN PUN TERJADI

Kurang lebih sebulan yang lalu saya mendapat informasi mengenai pergantian posisi di bidang yang saya emban. Posisi saya diganti oleh kader lainnya, saya merasa sangat lega dan bahagia.

Seorang ustadz senior diberi amanah menempati posisi saya. Kang Aus Hidayat Nur, ustadz dan guru saya, datang ke ruang kami di lantai 5 MD.

Beliau bercerita barusan dipanggil Ketua Majelis Syura (KMS) untuk menggantikan posisi saya. Walau saya tidak dipanggil dan tidak diberi tahu hal serupa oleh KMS, namun saya merasa bahagia atas pergantian peran ini.

Di hadapan KMS, Kang Aus menyatakan permintaan agar tidak perlu ada pergantian di bidang kami. "Jika memang diminta membantu di bidang ini, biarlah saya menjadi staf saja. Bukan menjadi Ketua Bidang", demikian permintaan Kang Aus di hadapan KMS.

Namun dengan berbagai pertimbangan, KMS tetap menghendaki Kang Aus menjadi Ketua Bidang menggantikan saya. Sedangkan saya ditempatkan menjadi Wakil beliau.

Kita semua taat. Karena KMS tidak mengambil keputusan secara sendirian. Beliau selalu mendasarkan kepada syura di DPTP.

Kepada Kang Aus ---saat pertemuan pertama di lantai 5 MD waktu itu--- saya sampaikan ungkapan berikut ini.

Saya pernah berada pada posisi Kang Aus saat ini, pada periode kepemimpinan sebelumnya. Saat itu saya diberi amanah menggantikan posisi ustadz Zuber Syafawi (UZS) sebagai ketua Bidang.

Waktu saya diberi amanah mengganti posisi UZS, saya langsung menemui beliau untuk meminta arahan.

UZS sempat terkejut karena tidak tahu kalau posisinya telah diganti. Ada kalimat UZS yang selalu saya ingat seumur hidup saya. Saat itu UZS dengan sangat tenang menyampaikan kalimat ini

" Dulu ketika saya diminta menjadi Ketua Bidang ini, saya tidak bertanya apa alasannya saya ditempatkan di posisi ini. Maka saat amanah ini diambil lagi, saya pun tidak perlu bertanya mengapa saya diganti ".

Maka, kepada antum ----Kang Aus--- saya menyatakan kalimat yang sama dengan UZS : Dulu ketika saya diminta menjadi Ketua Bidang ini, saya tidak bertanya apa alasannya saya ditempatkan di posisi ini. Maka saat amanah ini diambil lagi, saya pun tidak perlu bertanya mengapa saya diganti ".

Damai di hati setelah diganti. Walaupun harapan saya, benar-benar bisa sepenuhnya bebas lepas dari amanah struktural untuk menjalani amanah dakwah kultural. Tapi nyatanya tetap diminta berada dalam struktur.

Berkembang pertanyaan di luar sana, "Pak Cah diganti karena gagal mengemban amanah ini", maka saya jawab, "Memang saya under capacity. Namun saya menikmati semua peran di jalan dakwah ini".

Jadi, pergantian peran, pergiliran amanah dalam dakwah, itu hal wajar dan biasa saja. Dalam konteks tertentu bahkan menjadi keharusan.

Maka mari kita nikmati jalan dakwah ini, “sebagai apapun” atau “tidak sebagai apapun” kita. Posisi-posisi dalam dakwah ini bisa datang dan pergi. Bisa datang, bisa pergi, bisa kembali lagi, bisa pula tidak pernah kembali.

Bisa “iya” bisa “tidak”. Iya menjadi pengurus, pejabat, pemimpin dan semacam itu; atau tidak menjadi pengurus, tidak menjadi pejabat, tidak menjadi pemimpin, tidak menjadi apapun yang bisa disebut.

Kamu siapa ?

“Saya pengurus partai dakwah”. Ini bisa disebut.

“Saya pejabat publik yang diusung oleh partai dakwah”. Ini juga bisa disebut.

“Saya pemimpin organisasi dakwah”. Ini sangat mudah disebut.

“Saya kepala daerah yang dicalonkan dari partai dakwah”. Ini cepat disebut.

Tapi, kamu siapa ?

“Saya orang yang selalu berdakwah. Pagi, siang, sore dan malam. Kelelahan adalah kenikmatan. Perjuangan adalah kemuliaan. Saya bahkan tidak tahu, apa nama diri saya. Karena saya lebih suka memberikan hal terbaik bagi dakwah, daripada mencari definisi saya sebagai apa di jalan ini”.

Ya. Nikmati saja jalan ini. Sebagai apapun, atau tidak sebagai apapun diri kita di jalan dakwah. Jangan gagal menikmati.




Bandara Sampit, 4 April 2018

Posting Komentar

2 Komentar