Mendisiplinkan Anggota Jamaah: Belajar dari Beberapa Kasus



Tokoh Pembaharu Islam Hasan Al Banna tidaklah membawa ajaran Islam yang baru. Apa yang dibawa oleh Rasulullah saw, itu juga yang kembali Beliau dakwahkan. Tidak ada yang baru.

Kalaupun ada yang baru, itu adalah Fiqh Berjamaah dalam sebuah organisasi. Inilah sendi-sendi utamanya, yang Beliau letakkan dalam semua tulisan (risalah) dan ceramah Beliau.

Maka dalam membangun jamaah termasuk tentunya dalam "memasukkan" orang ke dalamnya,  Beliau meletakkan rambu-rambu yang sedemikian rupa, agar jamaah ini kuat dan memiliki 'ishmah (terjaga) dari kesalahan.

Di antara rambu-rambu tersebut adalah kehati-hatian dalam proses rekrutmen keanggotaan atau kader. Ada proses mendidik, membina dan menyeleksi tingkatan keanggotaan jamaah yang harus dilewati dan dituntaskan. Ini dilakukan agar jangan sampai ada orang yang diindikasikan punya masalah.

Contoh: dari luar terlihat baik tapi ternyata memiliki masalah. Atau tampak seperti orang yang sholeh tapi tidak mau patuh dan taat kepada pimpinan dan aturan. Hasan Al Banna mewasiatkan ini agar ada sikap hati-hati dan selektif dalam memasukkan orang ke dalam jamaah.

Namun kemudian, karena yang memproses rekrutmen dan yang menyeleksi jenjang keanggotaan juga manusia, tetap saja ada kemungkinan lolos atau masuknya orang yang punya indikasi itu. Lalu apa solusinya?

Ya, tentu saja dilanjutkan proses pembinaan atau pendidikannya. Bagi yang menjadi gurunya, wajib terus memperbaiki orang tersebut sampai indikasinya hilang. Dan bagi yang bersangkutan, kalau merasa punya penyakit seperti itu, dan dia paham bahwa ini jamaah dakwah, bukan organisasi biasa, maka segeralah perbaiki diri, dan belajar untuk taat kepada aturan dalam jamaah.

Bila proses tarbiyah tak memadai atau tak mempan, bukan berarti tidak boleh atau tidak bisa dikeluarkan. Sangat bisa, kenapa tidak. Sebab, itu akan mengganggu 'ishmahnya jamaah.

Maka oleh karena itu, kita temukan arahan Beliau (di tempat lain) terkait pengeluaran dari jamaah guna menjaga jamaah ini:

وان كان فيكم مريض القلب معلول الغاية مستور المطامع مجروح الماضى فأخرجوه من بينكم فانه حاجز للرحمة حائل دون التوفيق...

"Jika diantara kalian ada orang yang "hatinya sakit", atau "obsesinya cacat", atau "dia menyimpan ambisi", atau "masa lalunya bercatatan berat", maka KELUARKANLAH dia dari kalian. Sebab, dia ini akan menghalangi turunnya rahmat dan menggagalkan tercapainya tujuan."

Sangat jelas Hasan Al Banna menyebutnya sebagai penghalang rahmat. Dan sesungguhnya, terlalu banyak kisah kejadian dalam jamaah yang berkah ini, yang menunjukkan tidak bolehnya "gampangan" dalam memasukkan seseorang ke dalam jamaah. Dan bila sudah terlanjur, harus segera dibenahi. Dan bila tidak bisa dibenahi, "pengeluaran" juga merupakan ilaj atau solusi.

Syekh Ahmad Rasyid mengomentari hal ini dalam 'awaaiq: "Sesungguhnya banyak sekali rintangan di jalan dakwah ini, yang faktor utamanya adalah adanya orang-orang yang menyimpang/menyelisihi jamaah, yang mereka bergabung dengan mudah, atau mereka lolos masuk jamaah karena jamaah kurang ketat".

Di samping itu, dalam menguatkan barisan jamaah ini, ada 10 poin ikrar janji setia. TIGA diantaranya adalah pilar utama kekuatan jamaah dan kesolidannya, yaitu: Ukhuwwah, Tsiqah (Percaya) danTha'ah (Taat). Ketiga-tiganya demi menjaga keutuhan  jamaah. Kalau tiga poin itu tidak ada, sama saja dengan tidak berjamaah.

Ukhuwwah adalah persudaraan antara sesama anggota jamaah, serendah-rendahnya saling lapang dada, setinggi-tingginya adalah memberikan prioritas atau mendahulukan anggota jamaah lainnya.

Adapun tsiqoh atau percaya adalah posisi pimpinan di mata seluruh anggota dan muridnya. Pimpinan dakwah bukanlah teman sejawat yang seenaknya saja dikritisi oleh anggota, yang perintahnya hanya dianggap saran, yang sarannya dianggap sekadar obrolan. Tidak, tidak begitu. Kepercayaan seorang murid atau anggota, membuat posisi saran pimpinan dianggapnya sebagai perintah. Apalagi perintahnya, tentu di atas itu lagi.

Beliau katakan: "Yang aku maksud dengan taat adalah: melaksanakan perintah dengan serta merta (tanpa reserve), dalam keadaan sulit dan mudah, atau dalam keadaan suka dan tidak suka".

Maka, patuhilah pimpinan dalam hal yang kita sukai, dan yang tidak kita sukai. Selama itu bukan maksiat.

Kemudian, Beliau semakin mendetailkan bentuk ketaatan ini dalam tabiat kerja dakwah pada tiga jenjang keanggotaan.

1. Pada level pertama, sikap ketaatan anggota belum ketaatan sempurna. Cukuplah dengan menghormati aturan dan prinsip-prinsip dasar jamaah saja.

2. Pada level kedua,  maka karakter dakwah secara ruhiyah adalah Sufi mutlak, dan dalam kerja-kerja dakwah adalah militer mutlak. Slogannya adalah "Perintah dan Taat", tanpa ragu, tanpa reserve, tanpa bimbang, tanpa alasan (haraj).

3. Pada level ketiga, itu sudah Kamaalut thaah (taat yang sempurna), Jihad tanpa main-main. Kerja berkesinambungan tanpa henti demi tercapainya ghaayah atau tujuan berjamaah.

* * *

Dalam tataran aplikatif, jamaah sudah tidak sekali dua kali menghadapi kasus-kasus indisipliner. Yang sudah masuk ke dalam jamaahpun dikeluarkan. Sehebat apapun orangnya. Demi tegaknya jamaah.

Syekh Ahmad Baquri. Pernah jadi guru Hasan Al Banna. Tidak diragukan keilmuannya. Sudah sampai kepada level wakil Imam Mursyid. Beliau akhirnya dipecat. Karena ambisi pribadinya yang melebihi jamaah.

Hasan Atturabi di Sudan. Dikeluarkan dari jamaah, karena tidak mematuhi arahan jamaah.

Sekelompok orang dalam jamaah pernah mendirikan Hizbul Wasath tahun 1996, tanpa sepengetahuan/izin dari lembaga di atasnya. Ribuan jumlahnya. Ada yang doktor, magister dan sebagainya. Diperintahkan membubarkan partai tersebut, mereka tak bersedia. Semuanya dipecat dari jamaah. Satu rumpun keluar bersama. Jamaah tak pernah merasa rugi dengan sikap tersebut.

Abdul Mu'im Abul Futuh, tokoh senior jamaah di Mesir. Ngotot maju sebagai capres setelah tumbangnya Husni Mubarak, tanpa mematuhi arahan jamaah. Dipecat dan keluar. Tetap maju sebagai capres melawan Mursi dan capres yang lain. Timsesnya sudah beragam warna di dalamnya, karena saking ambisinya. Akhirnya kalah dari Mursi, dan hilang dari jamaah, serta juga hilang dari peredaran di Mesir.

Maka, kepatuhan kepada Jamaah dan aturannya, merupakan salah satu cara menjaga jamaah. Jangankan menyelisihi ketua Majelis Syuro, menyelisihi Presiden Partai saja (dalam kebijakan), bisa berakibat batal janji setianya. Tanpa harus diputuskan oleh BPDO (Badan Penegak Disiplin Organisasi). Urusan BPDO itu lebih kepada legalitas, agar tidak timbul gugat menggugat di kemudian hari. Apalagi kalau sampai diadukan ke pengadilan negara, itu sudah jelas-jelas kekacauan cara berpikir dan kerusakan berjamaah.

Posisi seorang kader di lembaga legislatif itu selesai di tangan ketua Fraksi. Ketua fraksi berhak memindahkan. Bila ketua fraksi, memindahkan seorang kader yang anggota legislatif (anggota dewan) dari satu posisi ke posisi lain di legislatif, maka aleg tersebut WAJIB patuh, tanpa babibu lagi.

Bagi Aleg kota ditentukan oleh ketua fraksi kota. Bagi aleg propinsi, diatur oleh ketua fraksi propinsi. Dan aleg DPR oleh ketua Fraksi pusat. Begitu aturannya, dan pimpinan DPRD tinggal melegalkan dalam sidang paripurna berdasarkan surat dari fraksi. Tidak perlu Ketum atau Presiden partai yang melakukannya.

Adapun struktur fraksi, itu baru kewenangan ketua Umum Partai untuk merotasi. Dan DPR atau DPRD hanya mengikuti surat resmi dari partai.

Betapa dan alangkah sangat terhormatnya, seorang aleg DPR langsung diajak bicara oleh Ketua Majelis Syuro, diberi saran dan sebagainya. Harusnya, yang bersangkutan sangat bahagia, merasa bangga, betapa dia diposisikan oleh jamaah sangat terhormat. Dan harusnya dengan serta merta dia akan menjawab: SIAP UST, SAM'AN wa THA'ATAN UST. Tanpa harus beralasan ini dan itu, apalagi melakukan perlawanan. Dengan cara itu dia akan semakin terhormat.

Para pegawai kantor di lembaga pemerintah saja, yang tidak dibina dalam sebuah jamaah, saat belum ada perintah Atasannya, baru bicara normal saja, dia sudah langsung berkata: "Siap Pak..."

Insya Allah, saya secara pribadi, kalau pimpinan katakan: "Irsyad, anda sisa setahun jabatan di DPRD ini. Kita PAW (Pergantian Antar Waktu) saja. Biarkan yang no 2 suaranya, mencoba juga jadi aleg. Setahun ini anda fokus di DPW...!!!

InsyaAllah ana siap. Karena kita adalah kader atau anggota jamaah. Dan salah satu ibadah seorang kader itu adalah kepatuhan kepada pimpinan selama bukan maksiat.

Wallahu A'laa wa A'lam.

Ust Irsyad Safar (Ketua DPW Sumatera Barat)

Posting Komentar

0 Komentar