PKS dan Kesadaran Literasi



Oleh: Erwyn Kurniawan
Presiden Relawan Literasi (ReLi)

Kisah seorang penjual buku tiba-tiba terucap oleh Prabowo Subianto saat pidato berapi-api. Ia mengisahkannya di hadapan kader PKS, termasuk saya, dalam acara Konsolidasi Nasional Pemenangan Piplres Prabowo-Hatta yang diselenggarakan DPP PKS, di Jakarta, 27 Mei 2014.

Prabowo yang saat itu didukung PKS menjadi capres, memiliki seorang teman yang mempunyai toko buku. Salah seorang karyawannya menjual buku di setiap acara yang dilaksanakan sebuah partai. Berkali-kali ia berjualan. "Tapi tak pernah laku," ungkap Prabowo.

"Dimana kamu menjual buku hingga tidak laku," tanya pemilik toko kepada karyawannya.

"Saya jualannya di partai A," jawab si karyawan.

"Harusnya kamu jualan bukunya di acara PKS agar laku," ujar pemilik toko buku setelah mendengar jawaban karyawannya.

Kisah ini membuat Prabowo kagum pada PKS. Kata mantan Danjen Kopassus itu, PKS adalah partai religius yang hobi membaca buku.

"Kader PKS cerdas-cerdas dan pintar-pintar. Lihat saja presidennya. Muda, energik, cerdas," ujar Prabowo kala itu.

Cerita di atas tiba -tiba melayang di atas kepala saya ketika amanah menjadi Presiden Relawan Literasi (Reli) hinggap di pundak. Prabowo sedang tidak beretorika. Faktanya memang demikian.

Buku, bagi kader-kader PKS bukanlah barang asing. Jauh sebelum internet membuat dunia bagai kampung besar (Global Village) seperti yang diprediksi Marshall McLuhan pada tahun 1960-an, buku seolah menjadi kebutuhan keempat setelah sandang, pangan dan papan.

Dalam forum pengajian, mereka mengkonsumsi buku. Membaca dan menelaahnya. Saat ada kegiatan, mereka berjualan buku.

Bahkan, tak cuma menjadi konsumen. Mereka juga memproduksinya sendiri dengan menulis dan menerbitkannya. Ada nama Alm. KH Rahmat Abdullah, Anis Matta hingga Cahyadi Takariawan yang produktif menulis dan karyanya dinanti-nanti.

Apa yang ingin saya sampaikan dengan fakta ini? Bahwa ternyata, kesadaran literasi (literacy awareness) sudah lama dimiliki kader PKS (saat sebelum menjadi partai dan ketika masih bernama Partai Keadilan). Hingga kini, kesadaran itu masih terus ada. Lihatlah perhelatan Islamic Book Fair (IBF). Bisa dipastikan, mayoritas atau 50% pengunjungnya adalah kader PKS.

Kesadaran literasi semacam ini merupakan barang mewah di sebuah partai. Sejauh yang saya ketahui, entitas politik yang mendirikan pasukan Relawan Literasi baru PKS.

Di tengah arus informasi yang cepat, deras, massif, tak terbendung layaknya air yang menyembur dari kran, kesadaran literasi menjadi modal penting dan kebutuhan tak terelakkan. Hoax yang merajalela, salah satu obatnya hanya bisa dicegah jika kita memiliki kesadaran literasi.

Bisa jadi ada yang bertanya dengan nada nyinyir. Mengapa di media sosial kader PKS sering dituduh penyebar hoax? Dimana kesadaran literasinya?

Bukan bermaksud membela diri. Dunia hari ini telah berubah drastis. Terjadi revolusi budaya komunikasi yang tak terbayangkan sebelumnya. Dunia dalam genggaman dan informasi datang bertubi-tubi tanpa sempat kita memverifikasinya atau tabayyun. Ditambah situasi sosial politik yang tak bersahabat, maka syahwat menyebarkan kabar pun tak tertahankan.

Bagi saya, ini tahapan yang normal dalam situasi dunia yang berubah 180 derajat. Jika masih ada kader PKS yang hanyut dalam arus hoax yang diciptakan orang lain, saya yakin secara perlahan akan berubah.

Logika sederhana saya: PKS saja yang kadernya memiliki kesadaran literasi masih ada segelintir yang terjebak hoax, apalagi mereka yang tak memiliki kesadaran literasi?

Hoax sendiri harus dilihat secara utuh akar masalahnya. Ia timbul bukan karena semata syahwat jempol, tapi tersebab ada distrust atau ketidakpercayaan publik kepada pemerintah dan media arus utama. Lalu publik, termasuk kader PKS mencari informasi alternatif sebagai penyeimbang.

Buat mereka yang terus memojokkan kader PKS, bersikaplah objektif. Dibanding partai lain, PKS bisa jadi memiliki keseriusan besar dalam memberikan kesadaran dan budaya literasi dengan mendirikan Relawan Literasi. Muaranya, jika ini bisa terus diperjuangkan dan diikuti partai lain, saya yakin, hal itu akan membantu pemerintah dalam memberangus hoax di media sosial.

Tak perlu kita menjadi Prabowo yang secara jujur mengakui kesadaran literasi kader PKS. Cukuplah ingat pesan Pramoedya Ananta Toer:"Kita harus berlaku adil sejak dalam pikiran."

Salam Literasi



Posting Komentar

0 Komentar