Menanti Lepas Landas



Oleh: Eko Jun

Orang - orang besar dan berbakat, biasanya selalu memiliki antusiasme yang tinggi untuk menuntaskan misi, mewujudkan angan dan meraih prestasi. Namun selalu ada masa dimana seseorang memang harus menyepi, menyendiri dan menjalani kehidupan biasa, sebelum akhirnya tiba masa baginya untuk berkiprah dan membuktikan diri. Mari kita lihat beberapa contohnya.

Pertama, Nabi Yusuf. Sejak kecil, dia memiliki bakat besar, yakni ahli menafsirkan mimpi. Namun, kemampuan uniknya seolah menjadi hal yang biasa saja alias tidak memberikan manfaat apapun. Pada akhirnya, kemampuannya memang mengantarkannya jadi pejabat tinggi dan menyelamatkan rakyat Mesir dari bencana. Namun sebelumnya, dia sempat beruzlah didalam penjara dalam waktu yang lama.

Kedua, Nabi Musa. Sejak awal kelahirannya, dia sudah diramalkan sebagai orang yang akan menumbangkan kekuasaan Fir'aun. Wajar jika dia sudah dicari - cari sejak masa dilahirkan. Namun sebelum sejarah membuka panggung untuknya, dia sempat menjalani kehidupan sebagai orang biasa. Menyepi di Madyan, hidup berumah tangga dan menggembala kambing selama 10 tahun.

Ketiga, Ashabul Kahfi. Ada 7 orang beriman yang mengingkari thaghut, namun tidak kuasa melawan kezhalimannya. Mereka ingin berdakwah, tapi situasi dan kondisi tidak berpihak kepadanya. Merekapun diistirahatkan Allah didalam gua selama 309 tahun. Saat bangun, situasi dan kondisi zaman sudah banyak berubah. Merekapun akhirnya bisa berdakwah dan berkiprah dengan beba ditengah masyarakat.

Keempat, Nabi Muhammad. Beliau ber-tahannuts, menyepi dan menyendiri untuk bertafakur didalam gua selama beberapa bulan. Sampai akhirnya, malaikat Jibril datang kepadanya. Setelah diangkat menjadi nabi, tidak pernah sekalipun rasulullah ber-uzlah didalam gua, kecuali di gua Tsur selama 3 hari saat perjalanan hijrah ke Madinah. Taqdir memanggil dan Nabi Muhammad menunjukkan totalitasnya.

Masa menyepi, menyendiri dan menjalani kehidupan sebagai orang biasa itu penting. Agar kita semakin dewasa dalam mensikapi kehidupan, agar kita semakin paham kondisi yang terjadi dilapangan, agar kita semakin arif dalam memberikan fatwa dan arahan kepada umat. Orang - orang kecil biasanya akan merasa nayaman atau terkungkung dalam fase ini. Orang - orang besar melewati fase ini sebagai batu loncatan menuju fase berikutnya.

Boleh jadi, kita paham dengan konsepsi ini. Masalahnya, kita tidak selalu paham difase mana saat ini kita berada. Karena view dan sudut pandang didalam arena tentu tidak sama situasinya dengan didalam tribun penonton. Karena selain ilmu, butuh kesadaran dan kejujuran untuk mengetahui difase mana kita berdiri. Beberapa hari kedepan, entah fase mana yang akan kami jalani. Semoga Allah senantiasa menjaga, melindungi dan membimbing kita semua dalam melewati fase - fase kehidupan. Inna rahmatallaahi qariibun minal muhsiniin.

Posting Komentar

0 Komentar