[Nasehat Ramadhan] MENIKMATI IBADAH



(Oleh: H. Irsyad Safar, Lc, M.Ed)

(إياك نعبد)

Adalah berbeda antara orang yang menikmati ibadah dengan yang mengerjakan ibadah. Setiap orang yang menikmati ibadah, pasti mengerjakannya. Sebaliknya tidak semua yang mengerjakan ibadah menikmatinya.

Bila seseorang menikmati sesuatu, maka dia akan senang bersamanya. Hatinya tenteram dan ingin berlama-lama dengan sesuatu itu. Bila dia sedang bersamanya, maka waktu tak terasa berlalu. Dan bila sudah berpisah dengannya, dia akan rindu untuk bertemu kembali.

Sedangkan orang yang mengerjakan sesuatu, biasanya ingin segera selesai dari sesuatu tersebut. Bila cepat selesainya maka akan lebih baik.  Dan cendrung pekerjaan itu menjadi beban baginya.

Bagitu pula dalam beribadah. Orang yang beriman menikmati ibadah, bukan sekedar mengerjakannya. Ada kenyamanan dan ketenangan yang dirasakan saat melakukannya. Betah dan rela berlama-lama bersama ibadah tersebut.

Rasulullah saw menyatakan bahwa shalat adalah penyejuk matanya (qurratu ainin). Beliau bersabda:

و جعلت قرة عيني في الصلاة. أخرجه أحمد  والنسائي والحاكم والبيهقي عن أبي هريرة.

Artinya: "Dijadikan kecintaanku pada shalat". (HR. Ahmad, Nasa'i Baihaqi, Hakim, shahih Albany).

Maksud dari hadits di atas adalah Rasulullah saw sangat mencintai shalat. Hatinya tenang dan tenteram dengan ibadah shalat tersebut. Bila ada beban yang berat, justru Rasulullah saw meringankannya dengan shalat. Beliau pernah bersabda kepada Bilal bin Rabah memerintahkannya untuk adzah: "Berdirilah wahai Bilal! (maksudnya untuk adzan), rehatkan kami dengan shalat". (HR Abu Daud).

Sehingga dengan shalat tubuh mereka menjadi dapat rehat dan kembali segar. Kebanyakan kita berkata sebaliknya, "Ayolah kita segera shalat, setelah itu kita istirahat...."

Begitu juga para sahabat dan orang-orang shaleh. Mereka menikmati ibadah, sehingga mereka berlomba-lomba melakukannya. Beribadah bagi mereka bukanlah rutinitas belaka, bukan pula beban yang menghimpit apalagi sekedar hutang yang wajib dibayar.

Diceritakan dalam hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, bahwa serombongan kaum fuqara' dari para sahabat mengadukan kepada Rasulullah saw, betapa beruntungnya orang-orang kaya. Mereka shalat dan puasa, sama seperti orang miskin. Tapi mereka bisa berhaji, berumrah, berjihad dan besedekah, karena harta yang mereka miliki.

Lalu, Rasulullah saw menunjukkan amalan yang bisa menyamai pahala semua amalan tersebut, yaitu bertasbih 33x, bertahmid 33x dan bertakbir 34x setiap selesai shalat. Maka senanglah kaum miskin mendengarkan ibadah penyeimbang ini. Mereka pun pulang dan bisa beribadah juga lebih banyak.

Namun tidak lama setelah itu, kaum fuqara ini kembali lagi kepada Rasulullah saw. Mereka kembali mengadu, bahwa hadits kemaren "bocor" pula kepada orang-orang kaya. Maka mereka amalkan pula. Akhirnya Rasulullah saw mengomentari: "Itulah karunia Allah yang Dia bagikan kepada orang2 yang Dia kehendaki".

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, kenapa orang-orang shaleh bisa menikmati ibadahnya? Sehingga mereka betah bahkan berlomba mengamalkannya? Dan tidak sekedar "mengerjakan" ibadah saja? Jawabannya kita temukan dari petunjuk Rasulullah saw yang bersabda:

عَنِ الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ رضي الله عنه أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: «ذَاقَ طَعْمَ الإِيمَانِ، مَنْ رَضِيَ بِالله رَبًّا، وَبِالإِسْلامَ دِيناً، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً». رواه مسلم.

Artinya: Dari Abbas bin Abdul Muthalib, dia mendengar Rasulullah saw bersabda: "Yang merasakan nikmatnya iman adalah orang yang redha Allah menjadi Tuhannya, Islam menjadi agamanya dan Muhammad sebagai Rasulnya". (HR Muslim).

Maka orang yang telah meredhai Allah yang wajib dia sembah dan agungkan, meredhai bahwa ajaran Islam sebagai agama yang wajib dia amalkan, serta redha Nabi Muhammad adalah Rasul yang wajib diikuti ajarannya, pasti akan merasakan nikmatnya beribadah.

Baginya, semua ibadah  adalah konsekwensi atas ketundukannya kepada Allah dan ajaranNya, bukti penghambaan kepadaNya serta keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.

Dalam hadits lain Rasulullah saw menjelaskan bahwa seseorang akan merasakan manisnya iman bila dia memiliki tiga hal: pertama, Allah dan RasulNya paling dia cintai. Kedua dia mencintai orang lain karena Allah. Dan yang ketiga dia tidak suka jatuh kembali kepada dosa, sebagaimana dia tidak suka kalau dilemparkan ke dalam api neraka. (dari HR Bukhari Muslim riwayat Anas bin Malik).

Pada bulan ramadhan ini, kembali berbagai ibadah semarak dilakukan umat Islam. Shalat berjamah, puasa wajib, shalat-shalat sunnat, tahajud atau qiyamullail, bersedekah, tilawah Al Quran dan lain-lain. Kita mesti naik kelas dari sekedar mengerjakan ibadah menuju kepada menikmati ibadah.

Tentunya syarat-syarat yang dijelaskan Rasulullah saw di atas perlu dipenuhi. Agar semua rangkaian ibadah tersebut betul-betul dinikmati, bukan sekedar dikerjakan sebagai rutinitas. Akibatnya selepas Ramadhan tidak menimbulkan pengaruh dan perubahan yang signifikan ke arah kebaikan.

Wallahu A'laa wa A'lam.

Posting Komentar

0 Komentar