IBADAH YANG PALING UTAMA



Oleh: H. Irsyad Syafar Lc, M.Ed.


(إياك نعبد)

Kita tentunya ingin semaksimal mungkin beribadah kepada Allah. Akan tetapi kita juga punya keterbatasan. Baik dari segi waktu, tenaga, kemampuan dan sebagainya. Takkan mampu kita untuk mengambil semua ibadah.

Pilihan kita kemudian tentunya mencari dan mengerjakan ibadah-ibadah yang utama saja. Para sahabat Rasul yang mulia pun mereka sering bertanya tentang mana ibadah yang paling utama, diantaranya:

• عن أبي هريرة قال: سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم: أي الأعمال أفضل؟ قال: ((إيمانٌ بالله))، قال: ثم ماذا؟ قال: ((الجهاد في سبيل الله))، قال: ثم ماذا؟ قال: ((حج مبرورٌ)).

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah ditanya tentang amalan yang paling utama? Beliau menjawab, "Iman kepada Allah". Orang itu bertanya lagi, "Lalu apa?". Rasulullah menjawab, "Berjihad di jalan Allah". Orang itu bertanya lagi, "Lalu apa lagi?". Rasulullah menjawab, "Haji yang mabrur". (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits tentang pertanyaan seperti ini lebih dari satu. Menunjukkan bahwa para sahabat juga berambisi mencari ibadah-ibadah terbaik.

Dalam menentukan ibadah atau amalan terbaik, ada 4 macam pendapat atau pendekatan yang menjadi acuan.

Pendapat pertama, menyatakan bahwa ibadah yang paling utama adalah ibadah yang paling berat di hati. Alasannya, ibadah seperti itu sangat jauh dari hawa nafsu. Dan itulah hakekat utama dari penghambaan diri. 

Pendapat pertama ini berdasarkan kepada sebuah kaedah yang bukan hadits: الإجر على قدر المشقة "Pahala sesuai tingkat kesulitan". Kaedah ini tidak sepenuhnya benar. Sebab, kesulitan bukanlah tujuan dari syariat Islam.

Namun bisa juga kita contohkan dalam kehidupan yang sederhana. Misalnya orang miskin yang berinfaq bisa lebih banyak pahalanya dari orang kaya yang berinfaq. Orang yang ke masjid berjalan kaki bisa lebih banyak pahalanya dari pada yang berkendaraan.

Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa acuan ibadah yang paling utama adalah totalitas, zuhud dari dunia dan menguranginya semaksimal mungkin.

Pendapat ini berlandaskan kepada dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan Akhirat terhadap dunia. Allah ta'alaa berfirman:

وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ.

Artinya: "Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal." (QS Al a'laa: 17)

Dalam ayat lain:

وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ

Artinya: "Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)." (QS Adh Dhuha: 4).

Dengan dalil-dalil di atas maka ibadah dan amalan akhirat menjadi paling utama dibandingkan dengan amalan dunia. Sehingga, hati hanya terpaut dengan  akhirat. Sebagian malah menganggap bahwa zuhud terhadap dunia lebih utama dari menuntut ilmu dan ibadah lainnya. Namun pendapat kedua ini belum sepenuhnya tepat.

Pendapat ketiga, menyatakan bahwa ibadah yang paling utama adalah yang paling luas manfaatnya atau paling banyak faedahnya. Tidak sekedar dinikmati oleh pelakunya saja, akan tetapi menyentuh banyak orang. 

Maka mengayomi faqir miskin, mendidik dan mengajarkan ilmu kepada banyak orang, membuatkan jalan dan kubutuhan serta kepentingan umum, adalah ibadah yang paling utama.

Pendapat ini berlandaskan kepada beberapa dalil yang mengisyaratkan makna tersebut. Diantaranya dari sabda Rasulullah saw:

عن عبدالله بن عمر رضي الله عنه، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : (أحب الناس إلى الله أنفعهم للناس وأحب الأعمال إلى الله سرور تدخله على مسلم أو تكشف عنه كربة أو تقضي عنه دينا أو تطرد عنه جوعا. ولأن أمشي مع أخي المسلم في حاجة أحب إلى من أن أعتكف فى هذا المسجد شهرا. ومن كف غضبه ستر الله عورته ومن كظم غيظه ولو شاء أن يمضيه أمضاه ملأ الله قلبه رضا يوم القيامة. ومن مشى مع أخيه المسلم فى حاجة حتى تتهيأ له أثبت الله قدمه يوم تزل الأقدام. وإن سوء الخلق ليفسد العمل كما يفسد الخل العسل). أخرجه ابن أبى الدنيا فى كتاب قضاء الحوائج (ص 47، رقم 36) وحسنه الألباني).

Artinya: Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, bahwa Raaulullah bersabda: "Manusia yang paling Allah cintai adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Dan amalan yang paling utama adalah kebahagian yang anda masukan ke dalam hati muslim lain, atau anda tuntaskan kesulitannya, atau anda bayarkan hutangnya, atau anda hilangkan laparnya. Aku lebih suka berjalan mengantarkan saudaraku muslim menuju kebutuhannya dari pada aku beri'tikaf di masjid ini (masjid nabawi) selama sebulan. Barang siapa yang menahan kemarahannya niscaya Allah akan menutupi auratnya. Dan barang siapa yang menekan emosinya padahal dia sanggup untuk melampiaskannya, niscaya Allah akan penuhkan hatinya dengan keredhaan pada hari kiamat. Barang siapa yang berjalan bersama saudaranya muslim menuju kebutuhannya sampai selesai, niscaya Allah akan kokohkan kakinya pada hari tergelincirnya banyak kaki (hari kiamat). Dan seaungguhnya akhlak yang buruk akan merusak amalan sebagaimana cuka bisa merusak madu." (HR Ibnu Abi Ad Dunya, dihasankan Albany).

Hadits di atas menyebutkan secara jelas pujian Allah dan pahala yang besar untuk amalan yang memberi manfaat luas bagi orang lain. Bahkan bisa mengalahkan pahala iktikaf di Masjid Nabawi sebulan penuh.

Masih banyak lagi dalil lain yang menyebutkan keutamaan orang alim dari pada ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan purnama terhadap bintang-bintang,  keutamaan menunjuki orang lain ke jalan yang benar, keutamaan berdakwah dan lain-lain. Intinya ibadah-ibadah tersebut mempunyai manfaat yang lebih luas.

Pendapat keempat, menyatakan bahwa ibadah yang paling utama adalah ibadah yang paling Allah redhai sesuai tuntutan waktu dan momen seketika itu.

Misalnya, disaat datang seruan adzan, maka ibadah yang paling utama adalah menyambut seruan itu dan bersegera ke masjid, tinggalkan segala urusan yanh lain. Di saat ada orang miskin yang meminta pertolongan dan bantuan, maka ibadah yang paling utama saat itu adalah menolong orang tersebut. Di saat kedatangan tamu, maka ibadah yang paling afdal adalah menghormati tamu, bukan shalat sunat. Dikala sepertiga malam terakhir ibadah yang paling utama adalah bermunajat, bertaubat dan memohon ampun kepada Allah. Ketika datang seruan jihad yang sangat mendesak maka ibadah terbaik adalah berangkat berjuang ke medan jihad. Di saat wukuf di arafah maka ibadah terbaik adalah bersungguh-sungguh dengan doa dan dzikir.

Begitulah seterusnya, standar ke empat ini betul-betul betul-betul mengacu kepada keredhaan dan pilihan Allah yang menjadi acuan. Bukan pilihan-pilihan hamba.

Pada ramadhan yang mulia ini, tentunya ibadah yang paling utama adalah shiyam di siang harinya dan qiyam di malam harinya. Dan bila 10 hari terakhir ramadhan telah datang, maka iktikaf di masjid menjadi ibadah yang paling utama dan mulia.

Imam Ibnul Qayyim menyatakan, "Ibadah kriteria ke empat inilah yang ibadah mutlak. Sedangkan yang sebelumnya masih terkait dengan yang lain."

Dan hamba yang mengamalkan ibadah dengan acuan yang ke empat ini, "dialah yang sebenarnya hamba. Yang beramal tidak berdasarkan kehendak pribadinya, atau kesenangan dirinya, melainkan sesuai kehendak Rabbnya walaupun bertentangan dengan keinginannya". (Madaariju As Salikin)

Wallahu A'laa wa A'lam.


Posting Komentar

0 Komentar